Minggu, 13 Februari 2011

“Membongkar Gurita Cikeas”

“Membongkar Gurita Cikeas”
AKIBAT buku “Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Bank Century”.yang ditulisnya, George Junus Aditjondro menggegerkan konstelasi politik nasional. Pasalnya, buku yang diterbitkan Galang Press Jogjakarta dan diluncurkan pada 23 Desember 2009 ini, sengaja mengungkap borok ‘Kerajaan’ Ciekas, tempat Presiden SBY.
Buku Membongkar Gurita Cikeas setebal 183 halaman ini didahuli dengan kata pengantar yang menyatakan bahwa penulis tidak bermaksud menyerang lingkaran keluarga Cikeas. Meski demikian, ini sebagai bentuk kepedulian penulis terhadap kinerja pemerintah SBY agar memberantas KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) tanpa tebang pilih. Dimulai dari keluarga besarnya yang banyak menguasai pos-pos strategis yang rentan terhadap peluang-peluang KKN.
Sebanyak 10 bab yang ada dalam buku dibuka dengan foto bergambar keluarga SBY di rumah sakit saat menantu SBY, Anissa Pohan, melahirkan anak pertamanya. Ke-10 bab tersebut adalah Membongkar Gurita Cikeas: di Balik Skandal Bank Century, Bantuan Grup Sampoerna untuk Harian Jurnas, Pemanfaatan PSO LKBN Antara untuk Bravo Media Center, Yayasan-Yayasan yang berafiliasi dengan SBY, Kaitan dengan Bisnis Keluarga Cikeas, Yayasan-yayasan yang Berafiliasi dengan Ny. Ani Yudhoyono, Pelanggaran-pelanggaran UU Pemilu oleh Caleg-Caleg Partai Demokrat, Kesimpulan, Lampiran, dan Referensi penulis.
Meski ada ‘larangan’ bagi buku karya Aditjondro ini untuk beredar, namun Galang Press Yogyakarta sebagai penerbit tetap akan mendistribusikan buku tersebut. Menurut Dirut Galang Press, Julius Felicianus, Sabtu (26/12), buku ini sudah tersebar 4.000 eksemplar di toko buku se-Jawa. "Penarikan buku tersebut saya mendapat laporannya hanya di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi. Itu pun hanya satu grup toko buku saja (Gramedia, red). Sementara toko buku yang lainnya masih menjualnya," ungkap dia.
Secara prosedur, jelas dia, penarikan biasanya diawali dengan keluarnya surat dari Kejaksaan yang diberikan kepada penerbit. Setelah itu penerbit baru akan menarik bukunya. "Sampai sekarang kita sebagai penerbit tidak ada surat mengenai penarikan itu. Kemungkinan itu inisiatif dari toko buku yang bersangkutan untuk mencari aman saja," bebernya sembari menambahkan, penarikan buku tersebut jutru akan merugikan citra Presiden SBY sendiri karena akan memunculkan persepsi maupun dugaan tertentu di masyarakat luas.
George Junus Aditjondro sendiri sudah vokal sedari dulu dan sejak 1994-1995 namanya dikenal luas sebagai pengkritik rezim Soeharto dan berani membongkar berbagai kasus korupsi dan Timor Timur. Dosen Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga ini sempat harus meninggalkan Indonesia ke Australia pada tahun 1995-2002 dan dicekal oleh rezim Soeharto pada Maret 1998. Di Australia ia menjadi pengajar di Universitas Newcastle dalam bidang sosiologi. Sosiolog sekaligus aktivis LSM ini lahir 27 Mei 1946 di Pekalongan, Jawa Tengah. Ia juga pernah dicekal pihak imigrasi Thailand yang ternyata masih menggunakan surat cekal yang dikeluarkan Soeharto pada 1998, saat hendak menghadiri sebuah lokakarya di Thailand pada November 2006. Kini pun, Aditjondro membongkar dugaan kasus korupsi keluarga Cikeas.
Sebenarnya, naskah buku Membongkar Gurita Cikeas ini diterima Galang Press pada Juni 2009 atau sebelum kasus Century menjadi booming. Sebelum diterbitkan, buku tersebut telah dibaca banyak cendekiawan yang sekaligus memberikan catatan, seperti Syafii Maarif, Teten Masduki, dan juga dari Komnas HAM.
Buku karya George Junus Aditjondro ini, ternyata kini hilang dari peredaran. Sabtu (26/12), sejumlah toko buku di Yogyakarta dan di Jabodetabek menarik buku tersebut. Diduga penarikan oleh pemilik toko buku tersebut karena takut jika menjual buku tersebut akan bermasalah, meski sampai saat ini belum ada surat keputusan dari Kejaksaan Agung bahwa buku tersebut dilarang beredar. Padahal, di kantor penerbit Galang Press, pesanan terhadap buku tersebut meningkat tajam, khususnya dari beberapa perguruan tinggi terkenal di Indonesia. Sebelumnya, George juga pernah menulis tentang korupsi di kepresidenan. Pada tahun 2006, pria yang pernah dicekal oleh rezim Soeharto ini menulis buku yang berjudul 'Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga: Istana, Tangsi dan Partai Penguasa'. Ia juga pernah menulis buku berjudul 'Guru Kencing Berdiri Murid Kencing Berlari'. Buku itu mengkritik habis perilaku koruptif di era Soeharto dan Habibie.
Kali ini, mungkin yang tidak mengenakkan bagi ‘geng Cikeas’ dalam merespon isi buku 'Membongkar Gurita Cikeas' adalah pembeberan empat yayasan yang dikelola keluarga Presiden SBY selama ini menjadi pemobilisasi dana dan suara pada Pemilu dan Pilpres 2009. Saat jumpa pers prapeluncuran bukunya di Yogyakarta, Aditjondro menyerukan dilakukan audit keuangan atas yayasan-yayasan yang terkait keluarga Presiden SBY. Menurutnya, yayasan-yayasan itu tidak pernah diaudit dan dilaporkan kepada DPR dan media. Hal ini berpotensi melakukan memobilisasi dana dan memobilisasi suara pada Pemilu dan Pilpres 2009.
Beberapa yayasan yang perlu diaudit, menurut Aditjondro seperti ditulis dalam bukunya  itu,  adalah Yayasan Puri Cikeas, Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian, Yayasan Majelis Dzikir SBY Narussalam, Yayasan Mutu Manikam Nusantara, Yayasan Batik Indonesia, dan Yayasan Sulam Indonesia. Sebelumnya, George dalam tulisannya bertajuk Persaingan Dua Calon Dinasti Politik di sebuah harian ibukota edisi 3 April 2009 menyoroti peran adik kandung istri SBY di salah satu yayasan.
"Hartanto Edhie Wibowo, adik kandung Ani, adalah bendahara Yayasan Majelis Dzikir SBY Nurussalam. Bersama Yayasan Puri Cikeas, yayasan ini 'jembatan penghubung' keluarga SBY dengan sejumlah pengusaha, yakni Sukamdani dan anaknya, Hariadi, Tanri Abeng dan anaknya, Emir Abeng, serta Aziz Mochdar, mitra bisnis Bambang Trihatmodjo dan adik Muchsin Mohdar. Muchsin sendiri adik ipar BJ Habibie," ulas Aditjondro.
Namun, ia tidak merinci peran keluarga besar SBY yang banyak dipengaruhi kerabat Ani Yudhoyono. Dia hanya menyebut, kerabat Ani kini banyak ini menduduki posisi penting di Tanah Air. Namun, dia menyebut pengaruh keluarga besar Megawati masih kalah dibanding pengaruh keluarga besar SBY di pentas ekonomi politik Indonesia. Terutama pengaruh saudara-saudara dan ipar-ipar Ibu Negara.

"Kita bisa lihat adik ipar SBY, Brigjen Pramono Edhie Wibowo saat ini menjabat Danjen Kopassus. Sedangkan kakak ipar SBY, Letjen Erwin Sudjono, mantan Pangkostrad dan Kasum TNI. Adik ipar lainnya yakni Gatot Mudiantoro Suwondo menjabat Dirut BNI. Dan, Hadi Utomo, ketua umum DPP Partai Demokrat yang mengusung SBY sebagai calon presiden untuk kedua kalinya, juga adik ipar Ani Yudhoyono," bebernya.
Sedangkan yayasan yang berada di bawah Kendali Cikeas adalah  Yayasan Puri Cikeas, Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian, Yayasan Majelis Dzikir SBY Narussalam, Yayasan Mutu Manikam Nusantara,  Yayasan Batik Indonesia, dan Yayasan Sulam Indonesia. Aditjondro menyebut yayasan-yayasan tersebut sebagai alat menggalang dana untuk kepentingan politik. Menurut George, kebanyakan penyumbang dana adalah pengusaha ‘hitam’. Akhirnya, Aditjondro meminta kepada pihak yang tidak terima terhadap bukunya agar  memberi jawaban dengan cara ilmiah. Tulisan investigatif di dalam buku, harus dibantah pula dengan buku tandingan. “Saya usulkan karena SBY kan doktor, lalu punya tim sukses lagi. Saya juga doktor. Kalau buku dilawanlah dengan buku," tantangnya.
Aditjondro menilai, segala sesuatu yang dituis dalam bukunya berasal dari sumber yang valid dan bisa dipercaya. Ia juga didukung dengan data-data yang kebenarannya tidak perlu diragukan. Bahkan, proses pengumpulan data sudah ia lakukan sejak tahun 2003. "Semenjak SBY menjabat sebagai Menkopolkam," tandasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar